Hidup memang penuh dengan pilihan, dan orang yang sukses adalah mereka yang berani menentukan pilihan untuk melakukan perubahan. Seperti yang dilakukan warga Desa Rantau Bayur, Kabupaten Banyuasin. Ketika sawah padi lebak turun temurun tak mampu lagi menopang hidup, mereka pun beralih ke usaha ikan keramba. Sekarang ratusan keramba ikan memenuhi pantai Sungai Musi di sepanjang Kecamatan Rantau Bayur. Pagi hari, aktivitas warga di desa ini dimulai dari atas keramba, memberikan pakan kepada ikan-ikan peliharaan mereka. Sebagian lagi, mempersiapkan makanan untuk ikan-ikan yang jumlahnya ratusan ribu bahkan jutaan ekor. Semua warga sibuk dengan ikannya masing-masing. Dari petak-petak kerambalah itulah mereka bisa menghidupi keluarga dan membiayai anak mereka sekolah. Kondisi ini sebenarnya dimulai sejak tiga tahun yang lalu di mana budidaya ikan keramba telah menjadi mata pencaharian pokok warga setempat. Ini berawal dari seringnya usaha padi lebak mereka gagal panen lantaran hama dan sulitnya mendapatkan air. Tak mau kian terpuruk, pada 2005 hampir semua warga beralih dari memegang cangkul ke usaha keramba. Hamid (50), salah satu petani ikan keramba mengatakan, rata-rata, satu keluarga memiliki 3-9 keramba ukuran 2X3 meter. Cara membuat keramba pun tidak terlalu sulit. Hanya menggunakan bahan kayu dan bambu, petani sudah bisa membuat keramba yang berbentuk kubus-kubus besar. Modalnya pun tak banyak, untuk satu keramba ukuran 2X3 meter, petani hanya menyiapkan uang satu juga beserta bibit ikannya. Satu keramba berisi ikan banyak dan bervariasi. Khusus untuk toman rata-rata 500 ekor ikan, dan patin bisa mencapai 1.000 ekor per keramba. Jika dihitung-hitung, keuntungan yang didapatkan cukup besar dan lebih pasti ketimbang bertanam padi sawah lebak. Apalagi, memelihara ikan di keramba tak membutuhkan banyak teori dan tenaga. Setelah ikan memasukkan ikan dalam keramba, tugas selanjutnya adalah memberi makan yang cukup setiap hari. Saat masa panen tiba, petani keramba tinggal menikmati hasil. Penjualan ikan keramba tidak sulit, pasalnya, setiap keluarga memiliki pelanggan sendiri-sendiri. Jadi saat jelang panen, para toke ikan datang untuk melihat persiapan panen, dan jika tiba saatnya, semua ikan diangkat dan langsung dioper ke tangan para toke. Saat itulah para petani keramba mendapatkan hasil. Setidaknya, setelah ikan dimasukkan dalam keramba hingga jelang masa panen, petani keramba harus menunggu waktu sekitar 5-6 bulan. Jika diberi pakan yang cukup dan rutin diberikan setiap harinya, maka ikan-ikan tersebut sudah bisa dipanen dan memiliki ukuran yang ideal. Dan saat itulah keuntungan berpihak kepada para petani keramba. “Alhamdulillah, dengan keramba ini, kami bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Apalagi, sekarang ‘kan harga ikan lumayan tinggi, untuk ikan toman saja satu kilonya dihargai oleh pembeli sebesar Rp18 ribu langsung dari keramba. Lalu, untuk ikan patin bisa dihargai 9 ribu per kilonya,” ujar Suhadi (45), petani keramba lainnya. Dengan modal satu juta, saat panen mereka bisa menghasilkan uang Rp4-5 juta dengan dua kali panen per tahun. Meski menguntungkan, namun sama seperti usaha lainnya, budidaya ikan keramba juga tak terlepas dari masalah. Dan bukan menjadi rahasia umum lagi, kurangnya modal menjadi masalah klise yang dihadapi hingga membuat usaha ini sulit berkembang. Meskipun demikian, mereka masih tetap berusaha bertahan. /muhammad isa |
sumber : Berita pagi.co.id
No comments:
Post a Comment